Saturday, November 10, 2012

Michel Foucault, Discourse and lifestyle

Chapter 6
(Gauntlett, David. Media, Gender and Identity: An Introduction Second Edition. 2008. London & New York: Routledge)
           
Ide tentang diri, identitas, dan seksualitas serta bentuk kehidupan yang diungkapkan Foucault dapat membantu mengembangkan pemahaman kita tentang identitas dan media dalam masyarakat modern. Dalam pemikiran awalnya, Foucault berkonsentrasi dengan cara di mana institusi wacana berikut institusi formalnya yang dikenal dengan sebutan “para ahli” bekerja untuk menghalangi beberapa kelompok tertentu- membatasi kesempatan mereka dengan mempromosikan pandangan tertentu tentang mereka. Contohnya adalah sebagaimana yang tertulis dalam buku Foucault, madness and civilization. Dalam buku ini, ia menunjukkan bagaimana wacana psikiater, mulai dari abad ke 17 hingga awal abad ke 19, menyajikan penjelasan dan meyakinkan orang-orang yang disebut sebagai orang gila.
Dalam pemikiran selanjutnya, Foucault berpindah dari cara pandang di mana paksaan eksternal dan wacana dapat menghalangi seseorang, menjadi berfokus kepada bagaimana wacana dapat membawa orang untuk menghakimi dirinya sendiri. Pada titik perputaran dalam pendekatan ini, ia menulis buku dengan judul kedisiplinan dan hukuman yang dapat menjadi penjelasan tentang bagaimana tawanan dan kriminal didefinisikan oleh para ahli dan institusinya, tetapi juga tentang bagaimana gambaran bagaimana kedisiplinan dan penjelasan tentang tahanan mempengaruhi perilaku mereka sendiri. Kemudian, the history of sexuality yang berkonsentrasi dengan pandangan di mana konstruksi sosial tentang seksualitas itu terinternalisasi oleh orang-orang, membawa mereka untuk melihat seksualitas sebagai sesuatu yang memalukan (kebenaran) tentang diri mereka, sebagai inti dari identitas. Seksualitas kemudian tidak perlu diatur secara aktif oleh negara, karena orang-orang akan sangat berhati-hati untuk menjadi perilaku mereka sendiri
Foucault menekankan perubahan, kemudian, dari dunia yang terkonstruksi dari without- wacana eksternal yang menganggu orang-orang- menjadi dunia yang dikonstruksi melalui within- adaptasi dinamis yang dimiliki individu terhadap dunia di sekitarnya.

Foucault Berbicara Tentang Kekuasaan
Pemikiran Foucault tentang kekuasan membantu kita untuk mengingatkan diri kita tentang apa yang telah terjadi sebelumnya. Sebelum melaju kepada penjelasan Foucault, kekuasaan secara luas dilihat sebagai “sesuatu” yang diadakan oleh kelompok dominan tertentu. Kekuasaan dalam penjelasan Foucault bukanlah sebuah asset yang dapat dimiliki oleh seseorang, melainkan, kekuasaan adalah sesuatu yang terjadi atau digunakan dalam interaksi. Kekuasaan berjalan melalui hubungan atau jaringan hubungan. Kamu tidak dapat mengatakan bahwa seseorang sangat berkuasa, tetapi kamu dapat mengatakan bahwa mereka sering menemukan diri mereka dalam posisi yang berkuasa, atau memiliki banyak kesempatan untuk menjalankan kekuasaan.
Ini bukan berarti bahwa setiap orang memiliki akses yang sama terhadap kekuasan. Foucault kembali berbicara tentang pemaksaan hubungan sebagai latar belakang sosial dari ketidaksetaraan yang melawan tempat terjadinya interaksi kekuasaan. Singkatnya tidak ada kekuasaan yang dapat dijalankan oleh satu kelompok saja, kekuasaan di mana-mana dan memainkan peranan di semua bentuk hubungan dan interaksi. Kekuasaan tidak berada di luar dari hubungan sosial, sesungguhnya kekuasaan ini berada dalam hubungan di mana kekuasaan datang masuk ke dalamnya.
Sebagai contoh adalah sangat jelas untuk mengatakan bahwa boss tempat kita bekerja memiliki kekuasaan yang lebih banyak dibanding diri kita (boss dapat menggunakan kekuasaan berdasarakan peraturan institusi kekuasaan). Sehingga kekuasaan tersebut, dan kasus simple ini menunjukkan bahwa pandangan tradisional tentang kekuasaan itu sangat kuat. Namun, -melanjutkan contoh kasus tersebut- boss kamu bisa saja pulang ke rumah dan disakiti oleh pasangannya yang akan mendominasi rumahnya dan membuat boss mu merasa sedih dan tidak berguna. Dan secara tiba-tiba boss mu menjadi orang yang tidak lagi “berkuasa”. Sehingga ide tentang kekuasaan bukanlah substansi sesungguhnya yang dijalankan oleh kelompok dominan. Tetapi kekuasaan ini merupakan ketidakpuasan jika kita menyukai untuk dapat melawan dominasi dan mendukung minoritas, di mana model kekuasaan yang lama membuat kita dapat mengatai kelompok yang berkuasa, sementara Foucault lebih mendukung pendekatan yang lebih praktis dan menawan untuk memahami bagaimana kekuasaan itu digunakan.

Kekuasaan dan Perlawanan
Foucault menambahkan bahwa dimanapun kekuasaan digunakan, perlawanan juga dihasilkan. Ini merupakan bagian esensi dari pendekatan Foucault tentang kekuasaan. Poin dari perlawanan adalah dimanapun di dalam jaringan kekuasaan dan perlawanan tidak secara mudah terjadi dalam satu titik tertentu, tetapi di semua tempat. Ini menunjukkan pemikiran Foucault bahwa kekuasaan itu adalah sesuatu yang produktif. Sementara pandangan tradisional memandang kekuasaan sebagai sesuatu pemaksaan yang negatif. Dalam pandangan Foucault penggunaan kekuasaan dapat memberikan konsekuensi negatif dan positif, tetapi yang lebih penting adalah produktif membawa benda menjadi sesuatu hal- apakah sebagai hasil dari tindakan asli, atau pengaruh perlawanan terhadap kekuasaan atau pun keduanya.
Penggunaan kekuasaan di satu sisi- penamaan penyimpangan seksualiti oleh - menghasilkan perlawanan yang dapat membangkitkan pergerakan kebebasan gay pada abad ke 20. Wacana tentang seks sebaiknya tidak dilihat hanya sebagai bentuk dominasi. Saran Foucault karena pada faktanya dengan membuat

Seks dan Identitas
Dalam bukunya, the history of sexuality, Foucault menghilangkan pandangan umun bahwa seks merupakan ekspresi kebebasan, bagian hidup yang tidak bermasalah melalui sejarah hingga ini mendapatkan tekanan dan disembunyikan dari pandangan public selama ribuan tahun. Foucault berpendapat bahwa seks telah menjadi perhatian tertentu oleh umat kristiani dalam abad ke-17. Ketika hal ini mengatur seluruh hasrat yang ditransformasikan menjadi wacana, dalam bentuk perjanjian umat kristiani. Hasrat secara tiba-tiba menjadi satu hal yang sangat penting. Ide seks sebagai kebenaran di dalam tentang diri menyebar melalui budaya barat, menjadi penguatan.
Seks menjadi isu sosial dan politik dan didorong masuk ke dalam pemberitaan oleh partai-partai yang berkepentingan. Sejak permulaan abad 20, ide tentang seks sebagai pusat dari identitas dikuatkan oleh pemikiran aliran freud dan wacana psikoanalisis di mana kebutuhan seksual dan konflik-konflik di dalamnya pemaksaan yang dipicu oleh perkembangan masa kanak-kanak dan merupakan akar dari hampir seluruh masalah. Sangat yakin untuk mengatakan jika saat ini seks merupakan kunci dari identitas. Wacana dari berbagai jenis media membuat pengetahuan satu identitas seksual sangat penting sebagai kebahagiaan di dalam diri. Media secara jelas menyarankan jika ingin merasa terpenuhi dan bahagia, kamu harus: memahami seksualitas pribadimu, melakukan banyak kegiatan seks, mencari bantuan untuk masalah seksual serta memiliki teman seksual yang memuaskan.

Etika Dalam Pandangan Foucault
Dalam bukunya yang berjudul The History of Sexuality, Foucault berbicara tentang etika dan ini menjadi sangat penting untuk memahami bahwa istilah ini bukan sekedar kode moral pada umumnya. Melainkan, kode etik ini merujuk kepada hubungan antara diri dengan diri itu sendiri. Dalam arti lain, etika adalah perhatian dan kepedulian seseorang terhadap diri mereka sendiri. Etika juga berarti standar yang dimiliki seseorang untuk bagaimana mereka ingin diperlakukan, bagaimana seseorang memperlakukan dirinya sendiri. Etika merupakan seperangkat aturan bagi seperangkat perilaku yang dimiliki oleh seseorang. Aturan ini meskipun bersifat pribadi dan subjektif, merupakan hal yang sangat penting.

Teknologi Diri
Istilah lainnya dalam pemikiran Foucault adalah teknologi diri. Jika etika merupakan istilah perhatian seseorang terhadap dirinya atau seperangkat ide internal sementara teknologi diri adalah apa yang sesungguhnya terjadi tentang itu atau cara dimana etika individu termanifestasi baik dalam pikiran maupun tindakan. Definisi lainnya tentang teknologi diri adalah cara di mana seseorang itu membuat kebijakan dan menempatkan dirinya dalam masyarakat serta cara di mana tersedia wacana yang mendorong beragam praktik diri.
Dalam menjelaskan teknologi diri ini terdapat beberapa penjelasan pakar, di antaranya adalah Simon Kweeday yang mengatakan bahwa kita berupaya untuk menampilkan kepribadian kita dalam penampilan yang terbaik, meski dalam faktanya kepribadian kita tidak pasti (berubah-ubah). Masyarakat dan kekuasaanya membatasi dan mengatur sebagaiman batasan lainnya dan menjadi faktor yang menggantikan seluruh bagian tersebut menjadi teknologi diri kita. Pendek kata, teknologi diri merupakan praktek internal maupun eksternal dari etika internal yang dimiliki seseorang.
Dalam tulisannya, Foucault menggambarkan pendekatan Yunani Kuno dan Kristiani dalam melihat etika, kepuasan, dan teknologi diri. Ia mengatakan apa yang menarik bagi Foucault dalam etika yunani adalah orang-orang tersebut lebih banyak berkonsentrasi dengan panduan moral, etika, hubungan mereka dengan yang lainnya, dibandingkan dengan urusan keagamaan itu sendiri. Mereka berkonsentrasi pada pengukuhan semacam etika yang didalamnya terdapat etika eksistensi yang hanya memiliki sedikit kaitan dengan nilai keagamaan. Sementara penelitian Foucault tentang agama kristiani menunjukkan hal yang berbeda tentang konsep teknologi diri di mana seksualitas dikonseptualisasikan ulang sebagai sesuatu yang sangat dekat dengan hal yang ada di dalam diri, jiwa, dan sebagai objek dari regulasi. Hasrat harus dapat diawasi dan dipahami.
Yunani kuno menawarkan etika yang atraktif dan kemungkinan alternatif, namun Foucault bertahan bahwa tak ada satupun yang dapat menemukan solusi terhadap permasalahan kontemporer dengan mengopi solusi dari budaya atau waktu yang lain. Di sini, perilaku manusia dilihat sebagai teknologi diri- cara pandang terhadap arti menjadi seseorang. Alasan untuk mencari beberapa perspektif sejarah dan budaya bagi diri menunjukkan bahwa taka da cara tertentu dalam mengonseptualisasi seseorang dengan sebenar-benarnya. Apa yang ingin ditunjukkan Foucault tidak hanya terkait dengan seksualitas tetapi dengan banyak aspek lainnya dalam kehidupan ini. Cara pandang kita dalam memahami diri kita tidak harus menampilkan kebenaran, tetapi lebih merupakan strategi untuk membuat rasa dari kehidupan modern.

Seni Kehidupan
Foucault memandang pandangan hidup Yunani kuno sebagai cara kerja seni dan ini sangat berarti baginya. Jelasnya, etika yunani berpusat pada permasalahan pilihan seseorang, sebagai bagian dari estetika eksistensi. Ide tentang satu tubuh satu kehidupan sebagai materi bagi bagian seni estetika adalah sesuatu yang sangat mengagumkan bagi Foucault. Ide ini juga mengatakan bahwa etika dapat menjadi struktur eksistensi yang sangat kuat tanpa adanya berbagai hubungan dengan hukum eksternal atau struktur kedisiplinan. Karena diri bukanlah pemberian melainkan harus tercipta secara aktif, sehingga hidup itu sendiri harus dikembangkan dan dijalankan sebagai cara kerja seni. Hidup sebagai cara kerja seni tidak menitikberatkan pada penampilan fisik melainkan tentang cara hidup yang baik. Ini berbicra tentang perilaku. Ketertarikan Foucault dalam hal ini berada adalah menampakkan beberapa bentuk kebebasan dan pilihan tertentu sebagai sesuatu yang mungkin terjadi.
Gaya hidup Gay. Di awal tahun 1980an, Foucault lebih terbuka tentang dirinya sebagai gay. Dalam wawancara yang dilakukan pada masa itu, dapat ditemukan Foucault berbicara tentang bagaimana hubungan gay dapat dinegosiasikan dan diciptakan. Di sini, Foucault berkonsentrasi dengan menemukan “model kehidupan” dimana hubungan seperti itu dapat dilakukan, dan hal ini sangat dekat dengan ketertarikan Giddens tentang “gaya hidup”. Menjadi gay adalah sesuatu hal yang menarik bagi Foucault karena menampilkan kebebasan, tantangan, serta mengembangkan gaya hidup yang berarti.

Kesimpulan
Foucault menunjukkan cara tertentu dalam berbicara tentang sesuatu (wacana) yang membentuk cara di mana kita menerima dunia dan diri kita. Saat ini, media populer merupakan saluran utama dalam menyebarkan wacana yang telah ada. Kemampuan untuk mempengaruhi wacana tertentu merupakan bentuk kekuasan yang dapat dijalankan (meskipun kekuasan bukan dijalankan oleh kelompok tertentu, melainkan sesuatu yang mengalir melalui proses social dan interaksi). Penggunaan kekuasaan selalu menghasilkan resistensi, dan dalam hal ini kekuasaan bersifat produktif karena hal itu menyebabkan sesuatu terjadi. Wacana tentang seksualitas dan identitas merupakan satu wacana yang sangat kuat, yang secara antusias disebarkan melalui media dan dikonsumsi oleh penonton. Seksualitas dipandang sebagai kunci kebahagiaan dan memahami diri kamu sebenar-benarnya. Dalam kehidupan modern, Foucault menyarankan, kita harus membangun etika dan model kehidupan-dan dia menekankan bahwa kemungkinan itu tak akan pernah berakhir tetapi tidak selalu dapat kita lihat.

(tulisan diatas diterjemahkan oleh : Rabi’ah Al Adawiyah-Universitas Indonesia)
Sumber :
Gauntlett, David. Media, Gender and Identity: An Introduction Second Edition. 2008. London & New York: Routledge

2 comments:

  1. Homo & biseksual indonesia !

    Mungkin harapan semua gay ingin punya pasangan yg manly / jantan. Tidak tampak sekali seperti wanita / kemayu. Karena sisi feminim tersebut, sangat mendekati dg karakter waria ataupun banci.
    Pada kenyataannya, mendekati gay dg pribadi cendrung girly, akan lebih berbahaya, yg mana mereka selalu menggunakan hati dlm setiap hal. Rasa posesif & protektif mereka yg tinggi. Lalu rasa sensitif mereka yg sulit dibendung,Akan mengundang permasalahan kecil, menjadi besar. Maka separuh kaum sangat menghindari kaum kemayu atas katakteristik dari kemayu yg kebanyakan terlalu offer... Hingga berpotensi akan merusak privacy si gay manly yg mungkin sdg dekat dg nya.
    Kaum kemayu selalu memupuk naluri kewanitaan nya sangat dalam. Bila terjadi konflik? Atau perpisahan mereka kadang kurang menerima kenyataan. Malah tidak segan tuk bertindak hal2 nekad.
    Mereka tidak salah dlm memperjuangkan cinta mereka, namun terlalu banyak hal negatif yg akan timbul setelah apa yg mereka lakukan tsb tanpa berpikir panjang.
    Opini ini bukan tuk mendiskriminasi tentang suatu gender! Tapi inilah realita yg banyak terjadi belakangan...
    Tidak ada salah mereka mulai menata hati mereka tuk lebih belajar menatap kenyataan. Terima fakta yg ada. Serta introspeksi diri tuk menyikapi secara dewasa.
    Cinta ataupun rasa suka, itu tidak bisa dipaksakan! Chemistry tidak bisa disalahkan!
    Hak masing2 dalam memilih!
    #
    Tapi menurut saya, sejelek2nya pria gay, kalo dia manly, tetap seksy.
    Tapi seganteng apapun gay, kalo dia ngondek, ttp aja akan cepat membosankan bila dijadikan BF!!!

    Salam kenal : 085664600785

    ReplyDelete

budayakan komentar yang berbudaya