Ironis,
ketika para filsuf (sang pencipta gagasan tentang ke-manusia-an) memberikan
gambaran tentang perempuan, lantaran jawaban-jawaban yang mereka berikan
bersifat diskriminatif dan memandang kualitas perempuan lebih rendah dari pada
laki-laki. Begitu pula ketika mereka mawacanakan tubuh perempuan ...
Plato (427-437 SM) : pembicaraanya
tentang apa yang diharapkan negara dari perempuan - dalam The Republic dan In
Dialogues of Plato
Untuk
laki-laki yang berpendidikan seperti masyarakat kita, menurut pendapat saya,
satu-satunya cara untuk sampai pada kesimpulan tentang kepemilikan dan
pemanfaatan perempuan serta anak-anak adalah sebagai pelindung dan penjaga
hewan peliharaannya.
Tapi
bila kita coba mengerti tentang hakikat perempuan: apakah dia mampu bertindak
sepenuhnya, atau sebagian, atau malahan tidak sama seperti laki-laki?
Rousseeau (1712-1778) : pembicaraannya
tentang perkawinan – dalam On Discourse on Political Economy
Pada
sifat baik para ibu bergantung pendidikan anak-anak dan pendidikan awal
laki-laki, karena kedua hal tersebut berada dalam tangan mereka. Pada perempuan
juga bergantung moral, nafsu, selera, kesenangan dan kebahagiaan laki-laki.
Karena alasan-alasan ini, maka pendidikan perempuan harus sepenuhnya diarahkan
pada hubungan-hubungan mereka dengan laki-laki. Memberikan kesenangan kepada
laki-laki, menjadi berguna untuk laki-laki, memenangkan cinta dan penghargaan
laki-laki atas dirinya, melatih laki-laki dalam masa kanak-kanaknya, merawat
laki-laki ketika mereka dewasa, memberikan anjuran dan hiburan bagi laki-laki,
membuat hidup terasa indah dan menyenangkan bagi laki-laki: semua ini adalah
tugas perempuan sepanjang waktu yang harus mereka (perempuan) latih sejak
kanak-kanak.
Schopenhauer (1789-1860) : pembicaraannya
tentang kualitas perempuan – dalam On Women
Perempuan
memang cocok untuk bertindak sebagai perawat dan guru di masa kanak-kanak kita,
karena faktanya mereka bersifat kekanak-kanakan, sembrono, berpandangan
dangkal; singkatnya, mereka adalah anak-anak besar sepanjang hidup mereka –
sejenis tahap yang ada ditengah antara anak-anak dan laki-laki dewasa dalam
arti yang sebenarnya. Lihatlah bagaimana seorang anak perempuan akan
menimang-nimang seorang bocah sepanjang hari, manari dan menyanyi bersama bocah
itu; dan pikirkanlah kalau seorang laki-laki, yang terbaik didunia ini
melakukan hal yang sama.
Keberadaan perempuan hanya untuk
mengembang-biakkan spesies.
Nietzsche (1844-1900) : sebuah karikatur
tentang perempuan – dalam Thus Spoke Zarathustra
Karikatur tersebut menggambarkan
bagaimana perempuan meng-ada sebagai alat, atau instrumen penghibur bagi
laki-laki. Sifat laki-laki yang menyukai perang, konflik dan sebagainya,
mendorong tumbuhnya keinginan untuk menikmati kualitas yang berbahaya pada diri
perempuan. Sebaliknya, perempuan memanfaatkan laki-laki untuk tujuan tunggal
hidup mereka: hamil dan memiliki anak. Maka satu-satunya harapan dalam
kehidupan perempuan dalah menghasilkan supermen,
yaitu manusia yang bermentalitas ‘tuan’
Sartre (1905-1980) – dalam Being
and Nothingness
Disinilah
asal-usulnya, kita menggenggam salah satu kecenderungan yang paling fundamental
tentang realitas manusia – kecenderungan untuk mengisi ..... Sebuah bagian yang
terbaik dari kehidupan kita diabsahkan dalam menyumbat lubang-lubang, mengisi
tempat-tempat yang kosong, dalam menyadari dan secara simbolis membentuk suatu
keutuhan ..... Hanya dari sudut pandang inilah, kita dapat melangkah langsung
ke seksualitas. Kecabulan dari seks
perempuan adalah bahwa segalanya terbuka lebar.
Atau seperti yang dikutip oleh Anthony
Synnot dari pernyataan Sartre di tahun 1966 :
Kecabulan
seks feminin adalah “pembuka gerbang” apapun. Ini merupakan sebuah daya penarik
bagi semua makhluk, seperti semua lubang .... Yang pasti, seks perempuan
terletak pada mulut, sebuah mulut rakus yang melahap penis – sebuah kenyataan
yang dengan mudah dapat membawa kita
kepada ide-ide tentang pengebirian. Cinta kasih adalah pengebirian bagi
laki-laki, namun diatas semuanya, ini karena seks adalah sebuah lubang.
tulisan ini disarikan dari :
Syarifah. 2006. Kebertubuhan Perempuan Dalam Pornografi. Jakarta: Yayasan Kota Kita.
No comments:
Post a Comment
budayakan komentar yang berbudaya