Wishlist.
Saya bukan tipe manusia yang hobi mem-breakdown
keinginan jadi daftar panjang yang harus diraih per tahun. Seperti membiarkan
setiap hari di sebuah tahun menjadi tuan rumahnya sendiri. Dan saya adalah tamu
pada tiap-tiap hari tersebut.
2014,
Berulang saya bilang, ini adalah tahun cepat.
Hari-per-hari berlalu cepat. Dan hanya itu. Pergantian 2013 ke 2014 dulu,
dilalui di kasir ala belanja gila
jelang tengah malam. Keluar Mall,
menuju parkiran, tetau sudah 2014. Sederhana.
Tiga pagi setelah awal tahun, saya bertambah usia.
Menjadi 25 di 2014. Yang saya ingat, kado yang banyak. Apalagi ya? hmm..
banjir besar awal tahun, tumpukan koreksian UAS anak-anak, awal semester baru ...
... Dijumpai orang-orang baru, dikelilingi
orang-orang lama, dihadapkan pada orang lama yang malah menjadi cerita-cerita
baru. Seru. Ada Pertemuan, perpisahan, pengakuan, nggak jadi pisah, pertemuan lagi, perpisahan, pertemuan lagi, gitu weh idup saya. Simpel nya sih itu pelajaran hidup.
Ngejalanin 2014 itu semacem lari maraton tapi nggak
ngos-ngos-an. Pertanyaannya bakal balik ke diri sendiri ...
Berasa cepet karena :
A. mengejar
sesuatu sampe nggak berasa ngejar,
atau
B. lari meninggal
kan sesuatu supaya nggak berasa sakit
ha-ha-ha lo kate
LKS Penjaskes ada pilihan ganda gitu.
Harus banget nggak
semua yang ada di 2014 diinget ? mendadak kutipan fiksi dibawah berasa menjawab
serta merta mengamini
Aku mempertimbangkan bahwa otak
manusia pada awalnya adalah seperti loteng kecil yang kosong, dan Anda
mengisinya dengan berbagai furnitur yang Anda pilih. Orang bodoh memasukkan
semua jenis kayu yang ia temukan kedalam loteng, sehingga pengetahuan yang
mungkin berguna baginya menjadi kacau. Sementara, seorang pekerja terampil akan
sangat berhati-hati mengenai apa yang harus ia masukkan ke dalam loteng
otaknya. Ia hanya memasukkan alat-alat serta furnitur yang dirasa membantunya
dalam mengerjakan pekerjaannya dengan urutan yang pas. Ingat, loteng tersebut
tidak memiliki dinding elastis yang bisa menggelembung. Ketika datang perabot
yang baru, mau tidak mau, Anda harus mengeluarkan perabot yang tidak penting. (Sherlock
Holmes – A Study in Scarlet)
Terdengar
picky, yah ? alaah itu kan cuma
cuplikan obrolan Holmes dengan karib-nya dr. Watson di novel. Rada nanceup sih, meski fiktif. Toh,
masing-masing manusia punya hak sebebas-bebasnya untuk “memasuk-kan” atau
“mengeluar-kan” “perabot” ke dalam memori nya.
Bicara memori, ada satu hal sih yang saya bold pake stabilo
pink di tahun 2014 kemarin :
dua hal yang nggak akan pernah bisa dipaksain. Yang
pertama, selera. Dan yang kedua, perasaan. Ehm, ade ape sama perasaan ? *ehh
Bicara 2015, saya menjumpai Januari tertanggal 3 di
Jogja. Mini trip sederhana,
sesederhana saya memaknai pergantian umur ke-26. Semakin dewasa, setelah ber-kontemplasi,
semacem ada yang berubah dalam diri saya: semakin nggak ngoyo dan nggak
muluk-muluk. Alhamdullilah, ada hal positif yang nambah di usia yang
bertambah. Saya juga semakin belajar untuk sangat-mudah-memaafkan, dan
mudah-berkata-maaf bahkan untuk perkara yang bagi orang lain sepele.
Sekarang sudah Juli. Sudah lebih dari setengah perjalanan di
tahun 2015. Persamaannya dengan tahun lalu : sama-sama-nggak-kerasa. Dan saat
ini, saya hanya ingin menjadi tuan rumah di rumah sendiri, di hari-hari 2015
ini.
No comments:
Post a Comment
budayakan komentar yang berbudaya