Bekasi itu padet. Jakarta biang nya ribet.
Sempat terlintas untuk pindah ke Ubud atau Sidemen,
sekalian mengajar sekitaran sana, di Udayana.
Ah lupakan, disana juga sudah semrawut. Lagi pula
harga tanah sudah naudzubilah. Masa terus-terusan
mendekam di penginapan ? Lha wong upah
saja ngepas buat beli bensin.
Bagaimana kalau ngekos
? Kan enak tuh, kerja dan liburan jadi satu paket. Tingkat stres Insya Alloh berkurang
drastis. Sorenya mengajar anak-anak di desa, yang pasti bukan mengajar melukis,
mungkin teater boleh dicoba. Atau mengajar Iqra, 1 sampai 3 saja.
Mencari sunyi itu nyaman, seperti telanjang. Bebas
menelanjangi hati dan pikiran sendiri. Temanmu hanya senja dan fajar, yang
biasanya kita sebut sebagai jam. Sekarang-sekarang saya macam manusia jam.
Diatur oleh jam, bukan senja dan fajar. Tapi nanti-nanti, saya akan escape, dari diri saya sendiri, yang
belum berani “telanjang.”
Sekarang saya di Sentul. Bukan, bukan di sirkuitnya.
Jauh dari mahir kalau urusan menyetir, apalagi balap-balapan.
Jalanan menuju sini mengingatkan pada desa tempat
kuliah kerja nyata sekian tahun lalu. Jokowi seneng nih yang mblusuk-mbusuk gini. Keluar pintu tol
Sentul City, arahkan kemudi kekanan dan temukan Desa Gumati Convention and
Resort kurang lebih 10 kilometer setelahnya. Jarak itu terbilang lama karena
jalan yang kurang mulus.
Gumati dulu, terkenal akan olahan kulinernya, yang
sekarang, pilihan resort bisa kita temukan. Jauuuh dari bunyi jedak-jeduk juga
knalpot yang nyinyir, kita bisa menelanjangi pikiran disini. Dengan 19 kamar
tipe standar, 39 tipe superior, 2 tipe deluxe, 1 tipe suite, presiden suite dan
rumah kayu, serta 3 villa bukit bisa jadi pilihan sodara-sodari yang ingin
bermalam disini. Gumati juga menyertakan meeting
package, outing package, outbond package, serta birthday package. Venue nya cantik, apalagi kalau malam, terlebih jika Anda suka
temaram lampu warna-warni.
Yuk ikuti review saya..
Menempati kamar Deluxe 101 semalaman. Kamar nya cukup
besar, meski kesan penginapan ‘tua’ sempet bikin parno. Iyah, beberapa kamar di
Gumati ini nampak ‘berumur’ meski satu-dua bangunan baru sudah berdiri kokoh
disampingnya. Kolam ikan nya semacam kurang perawatan, untungnya nggak sejalan
dengan kolam renang Gumati (meskipun belum sempet coba) yang lumayan cantik. Staf
nya ramah, aksen-nya hampir kesunda-sundaan dan terkadang gugup.
Baru saja televisi menyala, listrik padam. Sepuluh menit
menunggu, saya menelpon reception untuk
konfirmasi. Janji 30 menit molor hingga satu jam lebih. Mungkin jengah karena
empat kali saya menelepon, salah satu staf mengetuk pintu kamar dan meminta
maaf serta merta listrik menyala. Alasannya? “listrik di gedung yang ini (kamar saya), memang sedang diperbaiki, bu, kalau di gedung yang lain,
enggak”. Antara kesel dan laper, saya maafkan.
Pemandangan dari pintu yang mengarah ke (sebut saja)
balkon kamar, yaa si kolam ikan yang keterlaluan gede nya, restauran, gedung penginapan Gumati lainnya, serta
sesuatu bernuansa kehijauan di timur laut. Mendapati senja, saya membuka
laptop, mulai membuka-buka folder kuliah (hanya membuka lho, hehe) dan order
makan siang yang kesorean.
Tuh kan bener, kamar di gedung ini memang kurang
perawatan. Bantal nya bau apek, pintu lemarinya copot dan tetap dipajang
paripurna disudut, mejanya sedikit berdebu, kulit sofanya robek segaris, handle showernya lepas, dan mungkin
kalau saya mau jeli lagi, hal-hal ganjil bisa saja ditemukan. Sedikit nggak worth sih sama harga yang harus dibayar
permalamnya. Tapiiiii.. positifnya, selain disini tenannggg banget, nget, nget,
makananya juga enyak-enyak.
room
|
bathroom |
bathroom |
standart bath amenities |
living room |
view
|
dust |